Indotrans.web.id | Jakarta – Dunia pendidikan kembali tercoreng! Seorang guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi. Kasus ini menyulut kemarahan banyak pihak, termasuk Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian.
Dalam keterangannya, Hetifah menegaskan bahwa pemerintah – khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) – tidak boleh tinggal diam. “Kekerasan seksual di kampus adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Ini merusak atmosfer akademik yang seharusnya aman dan suportif,” ujarnya di Jakarta, Senin.
Hetifah juga mengecam keras relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa, yang menurutnya sangat rawan disalahgunakan. Ia meminta evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kampus dan mekanisme penanganan kekerasan seksual.
“Ini bukan sekadar kasus individu, ini alarm serius tentang bagaimana kampus harus berbenah,” tegasnya.
Tak hanya itu, Hetifah juga mendesak agar rektorat dan LLDIKTI bertindak cepat tanpa membela pelaku meskipun berstatus guru besar. Menurutnya, dua regulasi penting harus segera ditegakkan: Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022.
“Komisi X DPR RI akan mengawal ketat pelaksanaan aturan ini. Tidak ada toleransi untuk pelaku kekerasan seksual di dunia pendidikan,” tandasnya.
Sementara itu, di Purwokerto, mahasiswa Unsoed juga mulai bersuara. Presiden BEM Unsoed, Muhammad Hafidz Baihaqi, membenarkan adanya aksi solidaritas di kampus sebagai bentuk dukungan terhadap korban.
“Kami menuntut agar kampus bersikap adil, transparan, dan berpihak pada korban. Satgas PPKS harus diberi ruang penuh untuk bekerja,” ujarnya.
Meski aksi tersebut dilakukan secara independen oleh mahasiswa, pesan yang disuarakan sangat jelas: Stop budaya diam! Kampus harus aman untuk semua.
(G.S)
Sumber: antaranews.com