Dedi Mulyadi Usul UMK Dihapus, Diganti Upah Sektoral Nasional: “Upah Bukan Alat Politik!”

Bandung, Indotrans.web.id — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melontarkan usulan mengejutkan dalam dunia ketenagakerjaan: hapuskan sistem Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan gantikan dengan upah sektoral yang berlaku nasional.

Usulan ini disampaikan Dedi saat menghadiri pembukaan Rakornas Apindo di Bandung, Selasa (5/8/2025), yang juga dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan sejumlah tokoh nasional.

“Bagaimana kalau upah itu sektoral, tapi terpusat dan berlaku sama di seluruh Indonesia,” kata Dedi.

📉 UMK Dinilai Tak Rasional dan Jadi Alat Politik

Menurutnya, sistem UMK saat ini menciptakan ketimpangan yang mencolok, bahkan antarwilayah yang saling bertetangga.

“Bekasi dengan Bogor itu pabriknya berdekatan, tapi bedanya bisa sampai Rp 500 ribu. Karawang bisa pindah ke Indramayu, lalu nanti lari lagi ke Jawa Tengah. Tidak masuk akal,” tegas Dedi.

Lebih jauh, ia menyebut keputusan UMK di daerah seringkali dibumbui kepentingan politik lokal, terutama menjelang Pilkada.

“Tidak semua gubernur atau bupati punya daya tahan terhadap tekanan politik. Kalau tekanan datang, upah bisa melonjak sekejap. Ini bahaya!” katanya.

🔁 Usulan: Upah Sektoral Nasional Tanpa Batasan Wilayah

Dedi mengusulkan agar sistem upah disusun berdasarkan sektor industri secara nasional. Misalnya:

  • Sektor garmen di manapun, diberi upah setara

  • Sektor kimia, energi, dan pertambangan juga sama, tanpa pandang wilayah

“Dengan begitu, upah tidak lagi jadi komoditas politik,” ucap mantan Bupati Purwakarta itu.

🧠 “Upah Itu Kalkulasi Ekonomi, Bukan Politik”

Dedi menegaskan bahwa upah buruh bukan alat cari popularitas, melainkan harus dihitung secara ilmiah berdasarkan kebutuhan riil dan kemampuan industri.

“Upah itu bukan politik. Upah itu hitungan ekonomi. Kalau terus dicampuri politik, yang rugi ya kita semua,” tutupnya.


Indotrans Insight:

Usulan Dedi Mulyadi bisa menjadi terobosan baru di dunia ketenagakerjaan Indonesia, apalagi jika dilihat dari sisi keadilan dan kestabilan ekonomi. Tapi, mampukah pemerintah pusat dan daerah sepakat meninggalkan sistem UMK yang selama ini jadi ‘panglima’ kebijakan upah? Atau justru akan muncul resistensi dari daerah yang selama ini diuntungkan oleh sistem ini?

(L.S/RED)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *