Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Publik Bertanya-Tanya
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen pada kuartal II 2025. Namun, di lapangan justru marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tutupnya pabrik. Kondisi ini membuat publik dan ekonom mempertanyakan validitas data tersebut.
Kadin Soroti PHK dan Kontraksi Manufaktur
Wakil Ketua Umum Kadin, Shinta Widjaja Kamdani, mengakui capaian ekonomi tersebut, tetapi menegaskan masih ada tantangan besar. Salah satunya, sektor manufaktur yang terus mengalami kontraksi.
“Terutama PHK di industri tekstil, banyak pabrik tutup,” ujar Shinta.
Celios Minta Audit Data BPS oleh PBB
Center of Economic and Law Studies (Celios) bahkan mengajukan permohonan audit ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka menilai ada ketidaksinkronan antara data BPS dengan kondisi riil, seperti kontraksi Purchasing Managers’ Index (PMI) dan meningkatnya PHK massal.
Respons Tegas BPS
Kepala BPS, Amalia Adininggar, membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut BPS menggunakan 1.508 variabel dalam perhitungan, jauh lebih banyak dibanding analis yang hanya memakai 20 variabel.
“Kami pastikan data kami jauh lebih lengkap,” tegas Amalia.
Pemerintah Ikut Angkat Bicara
Kepala Kantor Kepresidenan, Hasan Nasbi, menilai kritik terhadap BPS muncul karena framing negatif. Menurutnya, pemerintah selalu transparan, termasuk saat pertumbuhan ekonomi turun pada awal 2025.
Gap antara Investasi dan Lapangan Kerja
Meski investasi tumbuh signifikan, penyerapan tenaga kerja dinilai masih rendah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya berdampak pada kesejahteraan rakyat.
(L.S/RED)