Teknologinya Ketinggalan Zaman, Ifishdeco Jual Anak Usahanya Rp 72 Miliar! Ini Alasannya

INDOTRANS.WEB.ID – PT Ifishdeco Tbk (IFSH), emiten tambang nikel asal Indonesia, memutuskan untuk melepas anak usahanya, PT Bintang Smelter Indonesia (BSI), kepada PT Unggul Permai Utama (UPU). Transaksi yang dilakukan pada 30 Juni 2025 ini bernilai Rp 72 miliar.

Langkah mengejutkan ini dilakukan karena teknologi smelter milik BSI dianggap sudah tidak kompetitif lagi di tengah ketatnya persaingan industri nikel.

Menurut Corporate Secretary Ifishdeco, Rivka Rotua Natasya, BSI masih mengandalkan teknologi Blast Furnace (BF), sementara banyak pesaing telah beralih ke teknologi yang lebih efisien seperti Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).

“Teknologi BF memerlukan kokas sebagai bahan baku tambahan, yang harus diimpor. Sejak 2020, harga kokas terus naik dan kini menyumbang hingga 40% dari total biaya produksi,” ujar Rivka dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Minggu, 27 Juli 2025.

Akibatnya, Harga Pokok Penjualan (COGS) untuk produk akhir BSI, yakni Nickel Pig Iron (NPI), menjadi sangat tinggi dan sulit bersaing secara biaya dengan smelter modern berbasis listrik.

⚙️ BSI Dinilai Sudah Tidak Efisien, Bebani Kinerja Keuangan

BSI sendiri diketahui sudah tidak aktif beroperasi dalam beberapa waktu terakhir. Rivka memastikan bahwa penjualan ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap Ifishdeco secara keseluruhan.

“Transaksi ini sah secara hukum, melibatkan pihak ketiga non-afiliasi, dan justru berdampak positif karena BSI selama ini menjadi beban dalam laporan keuangan,” tegasnya.

Pelepasan saham BSI disebut sebagai langkah strategis untuk efisiensi, optimalisasi portofolio aset, dan memperkuat keberlanjutan usaha Ifishdeco di masa depan.

📊 Indotrans Insight:

Mengapa Teknologi Smelter Menentukan Nasib Perusahaan Tambang?
Dalam industri tambang nikel, efisiensi produksi sangat menentukan daya saing. Teknologi seperti RKEF lebih hemat energi dan tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor seperti kokas, sehingga makin banyak perusahaan beralih ke teknologi ini demi menjaga margin keuntungan.

(S.S)

Sumber : Tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *