INDOTRANS.WEB.ID – Keputusan mengejutkan datang dari pemerintah pusat: perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia tahun 2025 tidak akan digelar di Ibu Kota Nusantara (IKN), melainkan tetap berlangsung di Jakarta.
Keputusan ini langsung menuai sorotan publik dan pengamat politik. Adi Prayitno, analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menilai langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa masa depan proyek IKN kembali dipertanyakan.
“IKN memang sudah ada undang-undangnya. Tapi kalau HUT RI saja masih di Jakarta, maka wajar publik mulai berspekulasi,” ungkap Adi melalui kanal YouTube-nya.
Menurut Adi, alasan yang dikemukakan pemerintah, yaitu efisiensi anggaran, menjadi penegasan bahwa pemerintah belum siap sepenuhnya melaksanakan agenda nasional besar di lokasi ibu kota baru tersebut.
“Kalau perayaan besar seperti HUT RI digelar di IKN, biaya logistik dan akomodasi bisa membengkak. Ini tidak efisien di awal pemerintahan Prabowo Subianto yang justru ingin hemat di semua bidang,” jelasnya.
Namun lebih dari sekadar anggaran, ketidaksiapan infrastruktur menjadi persoalan mendasar. Adi mengungkapkan, fasilitas yang belum memadai akan menyulitkan jika para pejabat tinggi negara harus berkumpul di IKN.
“Bayangkan para elite negara berkumpul, tapi infrastrukturnya belum ‘available’. Ini bisa jadi bumerang,” tambahnya.
🔍 Indotrans Insight:
-
Proyek IKN sudah menelan anggaran ratusan triliun rupiah, namun hingga kini belum menunjukkan kesiapan optimal.
-
Pemerintah didesak untuk memulai pemindahan bertahap, termasuk mengadakan rapat kabinet di IKN agar publik melihat keseriusan proyek ini.
-
Fraksi NasDem mendorong Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka untuk mulai berkantor di IKN, sebagai langkah konkret mempercepat transisi.
“Kalau 2026 atau 2027 sudah dimulai aktivitas pemerintahan di IKN, publik tak akan bertanya-tanya lagi,” tegas Adi.
Ia juga memperingatkan soal potensi pemborosan besar-besaran jika bangunan-bangunan megah di IKN tidak digunakan sesuai tujuan awalnya.
“Jangan sampai uang negara yang digunakan untuk membangun IKN hanya menjadi tugu bisu kemegahan tanpa fungsi,” pungkasnya.
Selain itu, Adi menyinggung isu-isu negatif di sekitar kawasan IKN, seperti praktik prostitusi ilegal dan tambang liar, yang dinilai mencoreng citra proyek ibu kota baru ini.
“Daripada banyak janji, lebih baik mulai dipraktikkan: rapat, sidang kabinet, atau operasional beberapa kementerian di IKN. Itu baru nyata,” tutupnya.
(S.S), (Sumber: Poskota.co.id)